Jumat, 10 Oktober 2014

praktikum uji sensitivitas



 BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Antibiotik maupun jenis-jenis antimikroba lainnya telah umum dikenal dikalangan masyarakat. Penggunaan dari ntibiotik dan antimikroba ini pun telah meningkat, seiring dengan bermunculannya berbagai jenis infeksi yang kemungkinan ditimbulkan oleh jenis bakteri baru ataupun virus baru. Kenyataannya adalah bahwa penggunaanya dikalangan awam seringkali disalah artikan atau disalah gunakan, dalam artian seringkali penatalaksanaan dalam menangani suatu jenis infeksi yang tidak tepat, yang berupa pemakaian antibiotik dengan dosis dan lama terapi atau penggunaan yang tidak tepat, karena kurangnya pemahaman mengenai antibiotik ini sendiri. Hal ini pulalah yang kemudian hari merupakan penyebab utama dari timbulnya resistensi dari obat-obat antibiotik maupun antimikroba terhadap jenis bakteri tertentu. Obat-obat antimikroba efektif dalam pengobatan infeksi karena kemampuan obat tersebut membunuh mikroorganisme yang menginvasi penjamu tanpa merusak sel.
Dalam percobaan ini akan dilakukan uji sensitifitas, yang merupakan suatu teknik untuk menetapkan sensitifitas suatu antibiotika dengan mengukur efek senyawa tersebut pada pertumbuhan suatu mikroorganisme serta berhubungan dengan waktu inkubasi untuk melihat antibiotik mana yang kerjanya lebih cepat menghambat atau membunuh mikroba lain. Alasan penggunaan beberapa macam antibiotik yaitu untuk melihat antibiotik mana yang kerjanya lebih cepat menghambat atau membunuh mikroba, antibiotik mana yang telah resisten dan antibiotik mana yang betul-betul cocok untuk suatu jenis mikroba.
Penggunaan atau pemberian antibiotik sebenarnya tidak membuat kondisi tubuh semakin baik, justru merusak sistem kekebalan tubuh karena imunitas bisa menurun akibat pemakaiannya. Alhasil, beberapa waktu kemudian akan mudah jatuh sakit kembali.
Antibiotik hanya melawan infeksi bakteri dan tidak bekerja melawan infeksi virus, gondok dan bronkhitis. Antibiotik yang diperlukan untuk mengobati infeksi virus malah bisa membahayakan tubuh. Hal ini karena setiap kali dosis antibiotik diambil virus tidak terpengaruh, malah sebaliknya, terjadi peningkatan kekebalan bakteri terhadap antibiotik. Bakteri yang kebal dengan antibiotik tidak dapat dibunuh dengan obat tersebut pada dosis yang sama. Inilah sebabnya mengapa setiap orang harus mengikuti petunjuk yang diberikan oleh dokter sebelum mengambil antibiotik.
Pada percobaan ini dilakukan uji pada beberapa antibiotik terhadap bakteri E. coli dan S. aureus untuk mengetahui besar sensitif, resistensi, intermediet dan zona hambat dari setiap antibiotik.
1.2     Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum uji sensitivitas yaitu :
1.         Untuk mengetahui teknik uji sensitivitas.
2.         Untuk mengukur zona hambat pada masing-masing antibiotik terhadap bakteri S. aureus dan E. coli.
3.         Untuk mengetahui tingkat sensitivitas, intermediet dan resistensi antibiotik terhadap bakteri S. aureus dan E. coli.
1.3    Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah praktikan dapat mengetahui teknik uji sensitivitas, dapat mengukur zona hambat pada masing-masing antibiotik terhadap bakteri S. aureus dan E. coli, mengetahui tingkat sensitivitas, intermediet dan resistensi antibiotik terhadap bakteri S. aureus dan E. coli serta manfaat bagi mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan dilakukannya praktikum ini adalah mempunyai pengetahuan tentang berbagai jenis obat antibiotik sehingga dapat mengetahui antibiotik  yang tepat untuk digunakan sebagai penghambat pertumbuhan suatu bakteri untuk menyembuhkan penyakit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1    Uji Sensitivitas
Uji sentifitas bakteri merupakan suatu metode untuk menentukan tingkat kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk mengetahui senyawa murni yang memiliki aktivitas antibakteri. Metode Uji sensitivitas bakteri adalah metode cara bagaimana mengetahui dan mendapatkan produk alam yang berpotensi sebagai bahan anti bakteri serta mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri pada konsentrasi yang rendah. Uji sentivitas bakteri merupakan suatu metode untuk menentukan tingkat kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk mengetahui senyawa murni yang memiliki aktivitas antibakteri. Seorang ilmuan dari perancis menyatakan bahwa metode difusi agar dari prosedur Kirby-Bauer, sering digunakan untuk mengetahui sensitivitas bakteri. Prinsip dari metode ini adalah penghambatan terhadap pertumbuhan mikroorganisme, yaitu zona hambatan akan terlihat sebagai daerah jernih di sekitar cakram kertas yang mengandung zat antibakteri. Diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap zat antibakteri. Selanjutnya dikatakan bahwa semakin lebar diameter zona hambatan yang terbentuk bakteri tersebut semakin sensitif (Waluyo, 2008).
Sensitivitas adalah suatu keadaan dimana mikroba sangat peka terhadap antibiotik atau sensitivitas adalah kepekaan suatu antibiotik yang masih baik untuk memberikan daya hambat terhadap mikroba. Uji sensitivitas terhadap suatu antimikroba untuk dapat menunjukkan pada kondisi yang sesuai dengan efek daya hambatnya terhadap mikroba. Suatu penurunan aktivitas antimikroba akan dapat menunjukkan perubahan kecil yang tidak dapat ditunjukkan oleh metode kimia, sehingga pengujian secara mikrobiologis dan biologi dilakukan. Biasanya metode merupakan standar  untuk mengatasi keraguan tentang kemungkinan hilangnya aktivitas antimikroba (Djide, 2008).
Intermediet adalah suatu keadaan dimana terjadi pergeseran dari keadaan sensitif ke keadaan yang resisten tetapi tidak resisten sepenuhnya. Sedangkan resisten adalah suatu keadaan dimana mikroba sudah peka atau sudah kebal terhadap antibiotik (Djide, 2008).
Resisten adalah ketahan suatu mikroorganisme terhadap suatu anti mikroba atau antibiotik tertentu. Resisten dapat berupa resisten alamiah, resisten karena adaya mutasi spontan (resisten kromonal) dan resisten karena terjadinya pemindahan gen yang resisten (resistensi ekstrakrosomal) atau dapat dikatakan bahwa suatu mikroorganisme dapat resisten terhadap obat-obat antimikroba, karena mekanisme genetik atau non-genetik (Djide, 2008).
Penyebab terjadiya resisten terhadap mikroorganisme adalah penggunaan antibiotik yang tidak tepat, misalnya  penggunaan dengan dosis yang tidak memadai, pemakaian  yang tidak teratur, demikian juga waktu pengobatan yang tidak cukup lama, sehingga untuk mencegah atau memperlambat terjadinya resisten tersebut, maka cara pemakaian antibiotik perlu diperhatikan (Djide, 2008).
Zona Hambat merupakan tempat dimana bakteri terhambat pertumbuhannya akibat antibakteri atau antimikroba. Zona hambat adalah daerah untuk menghambat pertumbuhan mikroorrganisme pada media agar oleh antibiotik. Contohnya: Tetracycline, Erytromycin, dan Streptomycin. Tetracycline merupakan antibiotik yang memiliki spektrum yang luas sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri secara luas (Djide, 2008).
2.2    Medium BHIB Dan Medium MHA
a)        Medium Mueller Hinton Agar (MHA)
Medium Mueller Hinton Agar (MHA) merupakan medium tempat hidup dan berkembangbiaknya suatu bakteri. Adapun kandungan dari MHA adalah pepton (6 g), kasein (17,5 g), pati (1,5 g) dan agar (10 g). Semua kandungan tersebut dilarutkan dalam 1 liter air (Fadhlan, 2010).
b)      Medium Brain Heart Infusion Broth (BHIB)                                           Medium Brain Heart Infusion Broth (BHIB) adalah media penyubur yang berguna untuk pertumbuhan berbagai macam bakteri baik bentuk cair maupun agar. Bahan utama terdiri dari beberapa jaringan hewan ditambah pepton, Buffer posfat dan sedikit dekstrosa. Penambahan karbohidrat memungkinkan bakteri dapat menggunakan langsung sebagai sumber energi (Fadhlan, 2010).
2.3    Antibiotik
Kegiatan antibiotik untuk pertama kalinya ditemukan oleh sarjana Inggris dr. Alexander Flemming pada tahun 1928 (penisilin). Penemuan ini baru dikembangkan dan dipergunakan dalam terapi di tahun 1941 oleh dr.Florey (Oxford) yang kemudian banyak zat lain dengan khasiat antibiotik diisolir oleh penyelidik-penyelidik di seluruh dunia, akan tetapi berhubung dengan sifat toksisnya hanya beberapa saja yang dapat digunakan sebagai obat (Suwandi, 2003).
Antibiotik merupakan zat kimia yang dihasilkan mikroorganisme yang dalam jumlah amat kecil atau rendah bersifat merusak atau menghambat mikroorganisme lain. Antibiotik mempunyai nilai ekonomi yang tinggi terutama di bidang kesehatan, karena kegunaanya dalam mengobati berbagai penyakit infeksi. Adanya penemuan antibiotik-antibiotik baru sangat dibutuhkan dalam bidang kedokteran karena banyak kuman yang telah resisten terhadap antibiotik-antibiotik yang sudah ada. Untuk itu perlu dilakukan penelitian eksplorasi untuk mendapatkan isolasi bakteri yang dapat menghasilkan antibiotik. Antibiotik banyak dihasilkan oleh alga, lichen, tumbuhan tingkat tinggi, hewan tingkat rendah, vertebrata dan mikroorganisme (Suwandi, 2003).
Antibiotik sering digunakan untuk mengobati berbagai penyakit infeksi bakterial. Dalam melakukan terapi dengan menggunakan antibiotik guna penanggulangan penyakit infeksi bakterial, kadang diperlukan pemeriksaan kepekaan (tes sensitivitas) kuman terhadap antibiotik yang tersedia, karena pada masa kini telah banyak ditemukan kuman yang resisten terhadap antibiotik (Waluyo, 2008).
Obat-obat antimikroba efektif dalam pengobatan infeksi karena toksisitas selektifnya. Kemampuan obat tersebut membunuh mikroorganisme yang menginvasi pejamu tanpa merusak sel. Pada kebanyakan kasus, toksisitas lebih relatif dari pada absolut, yang memerlukan kontrol konsentrasi obat secara hati-hati untuk menyerang mikroorganisme sehingga dapat ditolerir oleh tubuh. Terapi antimikroba selektif mempunyai keuntungan dengan adanya perbedaan biokimia yang timbul antara mikroorganisme dan manusia (Suwandi, 2003).
Menurut Waluyo (2008), pemeriksaan kepekaan kuman terhadap antibiotika dilakukan dengan :
a.     Cara Cakram (Disc Method), menggunakan cakram kertas saring yang mengandung antibiotika/bahan kimia lain dengan kadar tertentu yang diletakkan di atas lempeng agar yang ditanami kuman yang akan diperiksa, kemudian di inkubasi. Apabila tampak adanya zona hambatan pertumbuhan kuman di sekeliling cakram antibiotik, maka kuman yang diperiksa sensitif terhadap antibiotik tersebut. Cara ini disebut juga cara difusi agar, yang lazim dilakukan adalah cara Kirby-Bauer.
b.    Cara Tabung (Tube Dilution Method), membuat penipisan antibiotik pada sederetan tabung reaksi yang berisi perbenihan cair. Ke dalam tabung-tabung tersebut dimasukkan kuman yang akan diperiksa dengan jumlah tertentu dan kemudian dieram. Dengan cara ini akan diketahui konsentrasi terendah antibiotik yang menghambat pertumbuhan kuman yang disebut Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) atau Minimal Inhibitory Concentration (MIC).
c.     Cara penipisan seri agar lempeng. Pada umumnya cara ini hampir sama dengan cara tabung atau penipisan kaldu
d.     pepton, perbedaannya terletak pada media yang digunakan yaitu pada cara ini menggunakan media padat. Kelemahan cara ini adalah tidak dapat digunakan untuk semua jenis bakteri. Untuk beberapa bakteri tertentu seperti bakteri yang membentuk koloni yang sangat halus dalam media agar kaldu pepton (contoh : Streptococcus) atau bakteri yang akan menyebar pertumbuhannya dalam media padat (contoh : Proteus)cara ini tidak dapat digunakan.
2.4         Eschericia coli
Escherichia coli merupakan bakteri patogen utama infeksi pada pasien rawat jalan maupun rawat inap. Sekitar 85% penyebab ISK (Infeksi Saluran Kemih) dan sekitar 50% infeksi nosokomkial di masyarakat penyebabnya adalah Escherichia coli. Berdasarkan data pola kuman dan resistensi dari isolat urin pada 3 tempat berbeda di Indonesia yaitu Jakarta (Bagian Mikrobiologi & Bagian Patologi Klinik FKUI-RSCM), Bandung (Bagian Patologi Klinik Sub Bagian Mikrobiologi RS Hasan Sadikin) dan Surabaya (Bagian Mikrobiologi RS Soetomo), jumlah kuman yang didapat dari periode 2002-2004, infeksi oleh Escherichia coli merupakan yang terbanyak ditemukan yaitu sebanyak 34,85% diikuti dengan Klebsiella sp (16,63%) dan Pseudomonas sp (14,95%) (Alke, 2012).
2.5         Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus adalah flora normal tubuh manusia yang habitatnya di hidung, tenggorok dan kulit orang sehat. Infeksi S.aureus baik di rumah sakit maupun di komunitas diduga terkait dengan adanya kolonisasi hitung koloni bakteri S.aureus pada tubuh penderita sebagai sumber utama, sehingga dapat terjadi infeksi oportunistik pada diri penderita sendiri atau terjadi transmisi pada penderita lain. Saat ini penanganan infeksi khususnya oleh bakteri S. aureus masih menggunakan antibiotik pilihan jenis β-laktam, makrolida, cephalosporin dan quinolon serta derivatnya. Akan tetapi bakteri S. aureus telah mampu memproduksi strain resisten terhadap obat pilihan yang telah ada, yaitu strain Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. Aureus adalah bisul, jerawat, impetigo dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat diantaranya pneumonia, mastitis, plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis dan endokarditis (Dewi, dkk., 2011).



2.6         Pencegahan
a)   E. coli
Menurut Alke (2012), untuk menghindari supaya tidak tertular E. coli, cara pencegahan yang dapat dilakukan yaitu :
1.         Pemberian air susu ibu (ASI) secara ekslusif, sampai umur 4-6 bulan. Pemberian ASI mepunyai banyak keuntungan bagi bayi atau ibunya. Bayi yang mendapat ASI lebih sedikit dan lebih ringan episode diarenya dan lebih rendah risiko kematiannya jika disbanding bayi yang mendapat ASI. ASI mengandung antibodi yang melindungi bayi terhadap infeksi terutama diare, yang tidak terdapat pada susu sapi atau formula.
2.         Perilaku bersih, memersihkan dapur, mencuci tangan setelah menyentuh daging mentah, serta membedakan pisau untuk memotong buah dan sayuran dengan daging mentah seperti daging ayam atau ikan.
3.         Mencuci tangan,  mencuci tangan merupakan hal penting yang harus dilakukan terutama setelah menggunakan kamar mandi dan menyentuh binatang, serta sebelum menyiapkan makanan. Membilas tangan dengan air dan menggunakan sabun antiseptik akan membantu mengurangi infeksi bakteri.
b)       S. aureus
Bahan pangan terutama dalam kondisi mentah jika dibiarkan dalam suhu kamar terlalu lama dapat menyebabkan perkembangan S. aureus dengan menghasilkan toksin. Salah satu usaha pencegahan adalah dengan menjaga kebersihan makanan baik selama proses pembuatan atau saat mengkonsumsi, dengan pemasakan yang benar dan sampai matang dan selam proses menggunakan alat-alat steril (Dewi, dkk., 2011).
2.7         Pengobatan
a)        E. coli
E. coli terjadi karena banyaknya bakteri yang terdapat pada usus besar sehingga menyebabkan terjadinya infeksi pada saluran pencernaan (diare). Cara penanganan dapat dilakukan dengan pemberian obat spectinomycin, neomycin, kanamycin, amikacin, dan gentamicin (Alke, 2012).
b)        S. aureus
S. aureus terjadi karena adanya gangguan dari faktor lingkungan dan akhirnya menyebabkan infeksi pada kulit dan menyebabkan luka. Infeksi kulit ringan biasanya diobati denagn salep antibiotik seperti campuran triple-nonprescription antibiotik. Dalam beberapa kasus antibiotik oral dapat diberikan untuk infeksi kulit. Infeksi yang lebih serius dapat diobati dengan antibiotik Intravena (Dewi, dkk., 2011).

BAB III
METODOLOGI
3.1  Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum ini yaitu :
Hari/ tanggal        : Jumat/ 25 April 2014
Waktu                  : 13.30 WITA s/d selesai
Tempat                 : Laboraturium Terpadu FKIK UNTAD
3.2  Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu :
3.2.1      Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu :
1.        Bunsen
2.        Cawan petri
3.        Handsprayer
4.        Ose loop
5.        Rak tabung
6.        Tabung reaksi
7.        Inkubator
8.        Tabel disk
9.        Pinset
10.    Penggaris
3.2.2      Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu :
1.         Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
2.         Medium BHIB
3.         Medium MHA
4.         Spritus
5.         Kapas
6.         Kapas lidi
7.         Alkohol 70%
8.         Korek api
9.         Tissue
10.     Kertas A4
11.     Lidi
12.     Dist Antibiotik Doxycyline (DO)
13.     Dist Antibiotik Streptomycin (S)
14.     Dist Antibiotik Norfloxacin (NOR)
15.     Dist Antibiotik Oxacilin (OX)
16.     Dist Antibiotik Gentamicin (CN)
17.     Dist Antibiotik Bacitracin (B)
18.     Dist Antibiotik Pefloxacin (PEF)
19.     Dist Antibiotik Ampicilin (AMP)
20.     Dist Antibiotik Erythromycin (E)
21.     Dist Antibiotik Ciprofloxacin (CIP)
22.     Dist Antibiotik Tetracycline (TE)
23.     Dist Antibiotik Ceftriaxone (CRO)
24.     Dist Antibiotik Cephalotin (KF)
25.     Dist Antibiotik Amikacin (AK)
26.     Dist Antibiotik Fosfomycin (FOS)
27.     Dist Antibiotik Cefadroxil (CFR)
28.     Dist Antibiotik Novobiocin (NV)
29.     Dist Antibiotik Sulphamethoxazde (SXT)
30.     Dist Antibiotik Nalidixic acid (NA)
31.     Dist Antibiotik Cefotaxime (CTX)
3.3  Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja pada praktikum ini yaitu :
1)               Menyiapkan alat dan bahan.
2)               Menyiapkan medium BHIB dan MHA.
3)               Mensterilkan tangan dan lidi menggunakan alkohol 70%.
4)               Menyalakan bunsen.
5)          Menanamkan bakteri E. colli dan S. aureus dengan cara mengambil koloni bakteri dan memasukkan ke dalam medim BHIB.
6)          Mendiamkan medium BHIB yang telah dimasukkan bakteri E. colli dan S. aureus selama 5 menit.
7)          Mengfiksasikan medium MHA dengan cara melidahapikan  setiap sisi cawan petri dengan cara diputar-putar.
8)          Mengambil bakteri E. colli dan S. aureus menggunakan lidi kapas sampai meresap dengan cara mencelupkan lidi kapas ke suspensi bakteri.
9)          Menggoreskan lidi kapas tersebut pada media MHA.
10)    Menempelkan disk obat pada medium MHA.
11)    Mengfiksasikan kembali cawan petri.
12)    Membungkus cawan petri menggunakan kertas dengan cara dibalik.
13)    Menaruh cawan petri di incubator selama 24 jam dengan suhu 37oC.
14)    Setelah 24 jam, mengukur zona daya hambat yang ada pada medium MHA tersebut.
15)    Mencocokkan hasil pengukuran zona daya hambat dengan table disk.

BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
No.
Nama Bakteri
Gambar
Jenis Antibiotik
Zona Hambat Antibiotik (mm)
Keterangan
1.

S. aureus
Doxycyline
14 mm
Intermediet
Streptomycin
20 mm
Sensitivitas
Norfloxacin
22 mm
Sensitivitas
Oxacilin
0
Resistensi
2.
S. aureus
Gentamicin
16 mm
Sensitivitas
Bacitracin
4 mm
Resistensi
Pefloxacin
20 mm
Intermediet
3.
S. aureus
Ampicilin
6 mm
Resistensi
Erythromycin
14 mm
Intermediet
Ciprofloxacin
24 mm
Sensitivitas
4.
E. coli
Tetracycline
36 mm
Sensitivitas
Ceftriaxone
40 mm
Sensitivitas
Sulphamethoxazde
38 mm
Sensitivitas
Nalidixic acid
36 mm
Sensitivitas
5.
E. coli
Cefotaxime
44 mm
Sensitivitas
Erythromycin
14 mm
Intermediet
Cephalotin
16 mm
Intermediet
Amikacin
30 mm
Sensitivitas
6.
E. coli
Fosfomycin
34 mm
Sensitivitas
Cefadroxil
0
Resistensi
Novobiocin
0
Resistensi
4.2  Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Doxycyline dengan menggunakan bakteri S. aureus, diperoleh zona hambat 14 mm dengan keterangan intermediet. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 13-15 mm (I) yang artinya antibiotik intermediet terhadap S. aureus dan sebaliknya bakteri juga intermediet terhadap antibiotik Doxycyline. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Doxycyline kurang baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri S. aureus.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Streptomycin dengan menggunakan bakteri S. aureus, diperoleh zona hambat 20 mm dengan keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 15 mm (S) yang artinya antibiotik sensitif terhadap S. aureus dan sebaliknya bakteri resisten terhadap antibiotik Streptomycin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Streptomycin baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri S. aureus.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Norfloxacin dengan menggunakan bakteri S. aureus, diperoleh zona hambat 22 mm dengan keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 17 mm (S) yang artinya antibiotik sensitif terhadap S. aureus dan sebaliknya bakteri resisten terhadap antibiotik Norfloxacin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Norfloxacin baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri S. aureus.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Oxacilin dengan menggunakan bakteri S. aureus, diperoleh zona hambat 0 mm dengan keterangan resistensi. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 10 mm (R) yang artinya antibiotik resistensi terhadap S. aureus dan sebaliknya bakteri sensitif terhadap antibiotik Oxacilin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Oxacilin kurang baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri S. aureus.

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Gentamicin dengan menggunakan bakteri S. aureus, diperoleh zona hambat 16 mm dengan keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 15 mm (S) yang artinya antibiotik sensitif terhadap S. aureus dan sebaliknya bakteri resisten terhadap antibiotik Gentamicin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Gentamicin baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri S. aureus.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Bacitracin dengan menggunakan bakteri S. aureus, diperoleh zona hambat 4 mm dengan keterangan resistensi. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 8 mm (R) yang artinya antibiotik resistensi terhadap S. aureus dan sebaliknya bakteri sensitif terhadap antibiotik Bacitracin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Bacitracin kurang baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri S. aureus.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Pefloxacin dengan menggunakan bakteri S. aureus, diperoleh zona hambat 20 mm dengan keterangan intermediet. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 16-21 mm (I) yang artinya antibiotik intermediet terhadap S. aureus dan sebaliknya bakteri intermediet terhadap antibiotik Pefloxacin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Pefloxacin kurang baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri S. aureus.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Ampicilin dengan menggunakan bakteri S. aureus, diperoleh zona hambat 6 mm dengan keterangan resistensi. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 11 mm (R) yang artinya antibiotik resistensi terhadap S. aureus dan sebaliknya bakteri sensitif terhadap antibiotik Ampicilin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Ampicilin kurang baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri S. aureus.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Erythromycin dengan menggunakan bakteri S. aureus, diperoleh zona hambat 14 mm dengan keterangan intermediet. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 14-22 mm (I) yang artinya antibiotik intermediet terhadap S. aureus dan sebaliknya bakteri intermediet terhadap antibiotik Erythromycin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Erythromycin kurang baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri S. aureus.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Ciprofloxacin dengan menggunakan bakteri S. aureus, diperoleh zona hambat 24 mm dengan keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 21 mm (S) yang artinya antibiotik sensitif terhadap S. aureus dan sebaliknya bakteri resisten terhadap antibiotik Ciprofloxacin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Ciprofloxacin baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri S. aureus.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Tetracycline dengan menggunakan bakteri E. coli, diperoleh zona hambat 36 mm dengan keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 19 mm (S) yang artinya antibiotik sensitif terhadap E. coli dan sebaliknya bakteri resisten terhadap antibiotik Tetracycline. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Tetracycline baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri E. coli.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Ceftriaxone dengan menggunakan bakteri E. coli, diperoleh zona hambat 40 mm dengan keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 21 mm (S) yang artinya antibiotik sensitif terhadap E. coli dan sebaliknya bakteri resisten terhadap antibiotik Ceftriaxone. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Ceftriaxone baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri E. coli.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Sulphamethox azde dengan menggunakan bakteri E. coli, diperoleh zona hambat 38 mm dengan keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 16 mm (S) yang artinya antibiotik sensitif terhadap E. coli dan sebaliknya bakteri resisten terhadap antibiotik Sulphamethox azde. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Sulphamethox azde baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri E. coli.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Nalidixic acid dengan menggunakan bakteri E. coli, diperoleh zona hambat 36 mm dengan keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 19 mm (S) yang artinya antibiotik sensitif terhadap E. coli dan sebaliknya bakteri resisten terhadap antibiotik Nalidixic acid. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Nalidixic acid baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri E. coli.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Cefotaxime dengan menggunakan bakteri E. coli, diperoleh zona hambat 44 mm dengan keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 23 mm (S) yang artinya antibiotik sensitif terhadap E. coli dan sebaliknya bakteri resisten terhadap antibiotik Cefotaxime. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Cefotaxime baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri E. coli.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Erythromycin dengan menggunakan bakteri E. coli, diperoleh zona hambat 14 mm dengan keterangan intermediet. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 14-22 mm (I) yang artinya antibiotik intermediet terhadap E. coli dan sebaliknya bakteri juga intermediet terhadap antibiotik Erythromycin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Erythromycin kurang baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri E. coli.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Cephalotin dengan menggunakan bakteri E. coli, diperoleh zona hambat 16 mm dengan keterangan intermediet. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 15-17 mm (I) yang artinya antibiotik intermediet terhadap E. coli dan sebaliknya bakteri juga intermediet terhadap antibiotik Cephalotin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Cephalotin kurang baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri E. coli.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Amikacin dengan menggunakan bakteri E. coli, diperoleh zona hambat 30 mm dengan keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 17 mm (S) yang artinya antibiotik sensitif terhadap E. coli dan sebaliknya bakteri resisten terhadap antibiotik Amikacin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Amikacin baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri E. coli.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Fosfomycin dengan menggunakan bakteri E. coli, diperoleh zona hambat 34 mm dengan keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 16 mm (S) yang artinya antibiotik sensitif terhadap E. coli dan sebaliknya bakteri resisten terhadap antibiotik Fosfomycin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Fosfomycin baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri E. coli.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Cefadroxil dengan menggunakan bakteri E. coli, diperoleh zona hambat 0 mm dengan keterangan resistensi. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 14 mm (R) yang artinya antibiotik resistensi terhadap E. coli dan sebaliknya bakteri sensitif terhadap antibiotik Cefadroxil. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Cefadroxil kurang baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri E. coli.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Novobiocin dengan menggunakan bakteri E. coli, diperoleh zona hambat 0 mm dengan keterangan resistensi. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 17 mm (R) yang artinya antibiotik resistensi terhadap E. coli dan sebaliknya bakteri sensitif terhadap antibiotik Novobiocin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Novobiocin kurang baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri E. coli.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum ini yaitu :
1.         Teknik uji sensitivitas menggunakan bakteri E. coli dan S. aureus, antibiotik, medium BHIB dan MHA. Uji sensitivitas antibiotik ari yang sensitif dalah uji untuk mengidentifikasi bakteri yang sensitif terhadap suatu antibiotik.
2.         Pada bakteri S. aureus, didapatkan zona hambat untuk antibiotik Doxycyline 14 mm, antibiotik Streptomycin 20 mm, antibiotik Norfloxacin 22 mm, antibiotik Oxacilin 0, antibiotik Gentamicin 16 mm, antibiotik Bacitracin 4 mm, antibiotik Pefloxacin 20 mm, antibiotik Ampicilin 6 mm, antibiotik Erytrhomycin 14 mm dan antibiotik Ciprofloxacin 24 mm. Sedangkan pada bakteri E. coli didapatkan zona hambat untuk jenis antibiotik Tetracycline 36 mm, antibiotik Ceftriaxone 40 mm, antibiotik Sulphamethoxazde 38 mm, antibiotik Nalidixic Acid 36 mm, antibiotik Cefotaxime 44 mm, antibiotik Erytrhomycin 14 mm, antibiotik Cephalotin 16 mm, antibiotik Amikacin 30, antibiotik Fosfomycin 34 mm, antibiotik Cefadroxil 0 dan antibiotik Novobiocin 0.
3.         Pada bakteri S. aureus, antibiotik Doxycyline bersifat (I), antibiotik Streptomycin bersifat (S), antibiotik Norfloxacin bersifat (S), antibiotik Oxacilin bersifat (R), antibiotik Gentamicin bersifat (S), antibiotik Bacitracin bersifat (R), antibiotik Pefloxacin bersifat (I), antibiotik Ampicilin bersifat (R), antibiotik Erytrhomycin bersifat (I) dan antibiotik Ciprofloxacin bersifat (S). Sedangkan pada bakteri E. coli jenis antibiotik Tetracycline bersifat (S), antibiotik Ceftriaxone bersifat (S), antibiotik Sulphamethoxazde bersifat (S), antibiotik Nalidixic Acid bersifat (S), antibiotik Cefotaxime bersifat (S), antibiotik Erytrhomycin bersifat (I), antibiotik Cephalotin bersifat (I), antibiotik Amikacin bersifat (S), antibiotik Fosfomycin bersifat (S), antibiotik Cefadroxil bersifat (R) dan antibiotik Novobiocin bersifat (R).
5.2  Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan untuk laboran yaitu agar melengkapi sarana dan prasarana ruangan terutama kursi dan pendingin ruangan. Kemudian untuk praktikan agar memperhatikan saat asisten menjelaskan agar dapat lebih memahami materi praktikum.

DAFTAR PUSTAKA
Alke Rumimpunu. 2012. Pola Bakteri Aerob Dan Uji Kepekaan Terhadap Antibiotika Pada Penderita Otitis Media Di Poliklinik Tht-Kl Blu Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Desember 2012 – Januari 2013. Universitas Sam Ratulangi. Manado. (http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ ebiomedik/article/download/3860/3375). Diakses pada hari Sabtu, tanggal 26 April 2014. Pukul 08:02 WITA.

Dewi, dkk,. 2011. Staphylococcus aureus pada Komunitas Lebih Resisten terhadap Ampisilin dibandingkan Isolat Rumah Sakit. Universitas Brawijaya. Malang. (http:// www. jkb. ub. ac. id/ index. php/ jkb/ article/ download/ 385/ 360). Diakses pada hari Selasa, tanggal 08 April 2014. Pukul 19:15 WITA.

Djide M, Natsir. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi. Universitas Hasanuddin. Makassar. 

Fadhlan. 2010. Mikrobiologi Farmasi. Salemba medika. Jakarta.

Sumadio, H. 2004. Biokimia dan Farmakologi Antibiotika, USU Press, Medan.

Suwandi, U. 2003.  Perkembangan Antibiotik. Cermin Dunia Kedokteran No. 83. Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma, Jakarta.

Waluyo, Lud. 2008. Teknik dan Metode Dasar Dalam Mikrobiologi. Malang. UMM Press.

1 komentar:

  1. Apabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan konsultasi kepada Anda mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.

    Salam,
    (Tommy.k)
    WA:081310849918
    Email: Tommy.transcal@gmail.com
    Management

    OUR SERVICE
    Boiler Chemical Cleaning
    Cooling tower Chemical Cleaning
    Chiller Chemical Cleaning
    AHU, Condensor Chemical Cleaning
    Chemical Maintenance
    Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
    Degreaser & Floor Cleaner Plant
    Oli industri
    Rust remover
    Coal & feul oil additive
    Cleaning Chemical
    Lubricant
    Other Chemical
    RO Chemical

    BalasHapus