BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikroflora normal manusia adalah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan berbagai macam mikroorganisme seperti bakteri dan fungi yang
merupakan penghuni tetap dari bagian-bagian tubuh tertentu khususnya kulit, usus besar dan vagina. Bakteri ini terkadang sangat sulit
dibedakan dengan bakteri pathogen yang menyebabkan penyakit pada setiap tubuh
kita yang terluka maupun tidak terluka tetapi dihuni oleh bakteri pathogen
tersebut. Dalam membedakan bakteri pathogen ataupun mikroorganisme flora normal
tidak memiliki batasan yang jelas karena hal tersebut bergantung dengan keadaan
di lingkungan sekitar dan juga keadaan manusia dimana flora normal tersebut
tumbuh.
Di tubuh
manusia terdapat mikoorganisme yang menguntungkan dan merugikan. Meskipun
seseorang mandi lima kali sehari dan
rajin merawat kulit disalon kecantikan, dijamin tidak ada kulit yang seratus
persen bebas dari mikroorganisme atau lebih dikenal dengan sebutan kuman. Tidak hanya dikulit mikroba terdapat
diseluruh bagian tubuh manusia baik di luar tubuh maupun dalam tubuh seperti mulut, telinga,
hidung maupun dalam usus.
Mikroorganisme
ini bersifat komensal dimana pertumbuhan pada bagian-bagian tubuh tertentu
bergantung kepada faktor fisiologis
seperti suhu, kelembaban dan ada tidaknya nutrisi tertentu serta beberapa zat
penghambat.
Flora normal
ini dapat menimbulkan penyakit pada manusia yaitu pada kondisi tertentu. Contohnya, Streptococcus dari kelompok viridians
merupakan kelompok organnisme yang biasa menghuni saluran nafas atas. Apabila
masuk ke aliran darah dalam jumlah banyak, maka mereka akan hidup di katup
jantung yang rusak atau katup prostetik dan menimbulkan endokarditis infektif.
Oleh karena itu
melalui laporan ini kami
membuktikan bahwa di
tubuh kita terdapat berbagai mikroorganisme baik bakteri maupun
jamur yang bisa di perbanyak jumlahnya melalui uji coba menggunakan media NA dan PDA dengan sampel dari permukaan lipatan kulit leher, mukosa mulut,
lipatan tangan, selangkangan,
vagina dan lipatan kaki.
Dari uraian di atas maka yang
melatarbelakangi untuk pembuatan laporan ini adalah mengetahui bagaimana cara
mengisolasi dan mengidentifikasi flora normal yang ada pada vagina, permukaan kaki, lipatan tangan (ketiak), lipatan leher, mukosa mulut dan selangkangan
dengan menggunakan media NA dan
PDA.
Dengan diketahuinya flora normal yang terdapat pada
tubuh manusia sebagai kesehatan masyarakat diharapkan mampu memberikan
pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan tubuh dan
lingkungan. Dapat membantu menduga macam infeksi yang mungkin ada pada tubuh
manusia, hal ini memberikan petunjuk mengenai kemungkinan sumber dan pentingnya
mikroorganisme yang teramati pada beberapa infeksi klinis. Sebagai
contoh, Escherichia coli tidak berbahaya di dalam usus tetapi
bila memasuki kandung kemih dapat menyebabkan Sistitis, suatu
peradangan pada selaput lendir organ ini.
1.2 Tujuan
Berdasarkan
latar belakang di atas, tujuan percobaan ini yaitu :
1.
Untuk mengetahui teknik isolasi flora
normal pada tubuh manusia
2.
Untuk mengetahui biakan murni
3.
Untuk mengetahui mikroorganisme yang
terdapat pada sampel mikroba
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum ini
adalah praktikan dapat mengetahui teknik isolasi flora normal pada tubuh
manusia, praktikan dapat mengetahui biakan murni dan jug adapt mengetahui
mikroorganisme yang terdapat pada sampel mikroba. Serta praktikan mampu
mengetahui mikroorganisme yang terdapat pada sampel mikroba sehinga dapat
menaruh perhatian lebih besar terhadap infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme yang merupakan mikroba normal atau asli pada inang manusia.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Pengertian
2.1.1
Flora
normal
Flora
normal adalah berbagai bakteri dan fungi yang secara tetap menghuni bagian
tubuh tertentu, terutama kulit, orofaring, kolon dan vagina. Virus dan parasit
tidak dianggap sebagai anggota flora normal, walaupun keduanya dapat berada
secara asimtomatik. Dari satu bagian tubuh dengan bagian tubuh yang lain flora
normal bervariasi baik dalam hal jumlah maupun macamnya (Jawetz, 2005).
Manusia
sejak lahir berada di dalam biosfer yang penuh dengan mikroorganisme.
Mikroorganisme berada di dalam tubuh manusia, tumbuh di beberapa bagian tubuh
dalam keadaan tidak pernah statis, selalu berubah dari waktu ke waktu sesuai
kondisi lingkungan setempat. Pada tubuh dalam keadaan normal, diperkirakan
terdapat lebih kurang 1012 bakteri yang menghuni kulit, 1010
di mulut dan 1014 di saluran pencernaan. Kebanyakan diantaranya
merupakan bakteri yang sangat spesifik dalam hal kemampuan menggunakan bahan
makanan, kemampuan menempel pada permukaan tubuh, dan mampu beradaptasi (secara
evolusi) terhadap hospes (Jawetz, 2005).
Adanya
flora normal pada beberapa bagian tubuh manusia sangat menyulitkan bagi seorang
mokrobiolog untuk menentukan mikroorganisme penyebab infeksi pada spesimen
klinik yang diperiksanya. Biasanya seorang ahli mikrobiologi klinik dituntut
bertanggung jawab untuk mengidentifikasi mikroorganisme penyebab infeksi pada
spesimen secara tepat, dalam waktu singkat. Untuk menentukan mikroorganisme
mana yang bertanggung jawab pada timbulnya infeksi di area mengandung flora
normal adalah suatu pekerjaan yang sulit. Seorang klinisi atau ahli
mikrobiologi klinik harus mengkorelasikan dengan data-data klinik pasien,
sebelum menentukan penyebabnya. Untuk itu pengetahuan mengenai flora normal
sangat penting dalam penegakan diagnosis penyakit infeksi (Jawetz, 2005).
2.1.2
Isolasi
flora normal
Isolasi
mikroba merupakan aktivitas untuk menumbuhkan mikroorganisme di luar dari
lingkungan alaminya (Jawetz, 2005).
2.2 Medium
2.2.1
NA
(Nutrient Agar)
Medium
merupakan bahan yang terdiri atas campuran nutrisi yang digunakan untuk
menumbuhkan mikroba. Medium yang dibuat dalam percobaan ini dimaksudkan untuk
menumbuhkan mikroba. Oleh karena itu, proses pembuatannya dilakukan dalam
kondisi steril. Dalam percobaan ini medium yang dibuat ada 2 macam berdasarkan
konsistensinya, yaitu medium padat dan medium cair (Nurirjawati, 2012).
Menurut
Nurirjawati (2012), Nutrien Agar (NA) merupakan medium padat dilihat dari
konsistensinya. Berdasarkan fungsinya termasuk dalam medium umun yang
digunakan untuk menumbuhkan bakteri, dimana bahan-bahannya terdiri dari :
1. Akuades
berfungsi melarutkan bahan-bahan yang telah dicampurkan.
2. Agar
merupakan zat pemadat/pengeras medium yang bukan sebagai bahan makanan mikroba.
3. Ekstrak
daging, merupakan ramuan dasar dalam media biakan yang larut dalam air dan
berfungsi sebagai sumber protein dan mineral.
4. Pepton
adalah protein yang terdapat pada susu kedelai, putih telur. Pepton banyak
mengandung nitrogen sehingga baik digunakan sebagai bahan dalam pembuatan
medium.
2.2.2
PDA
(Potato Dextrose Agar)
Pada
pembuatan media Potato Dextrose Agar (PDA)
kentang yang telah dikupas dan dipotong-potong dengan ukuran ± 1 x 1 x 1
cm sebanyak 200 gram direbus dalam 500 ml air suling sampai cukup empuk. Hal
ini dapat diketahui dengan menusuk kentang dengan garpu. Jika di tusuk terasa
mudah, berarti kentang telah mengeluarkan sarinya. Kemudian 15 gram agar-agar
larut, selanjutnya dekstrosa (dapat diganti dengan gula pasir) sebanyak 15 gram
dimasukkan ke dalamnya. Air ekstrak kentang selanjutnya dituangkan ke dalam
larutan agar-agar. Larutan ini kemudian disaring dengan kain katun yang tipis,
larutan ditambahkan air steril sampai volumenya menjadi 100 ml. Setelah
dididihkan, larutan PDA dimasukkan ke dalam erlenmayer kemudian ditutup dengan
kapas steril dan ditutup lagi dengan menggunakan aluminium foil. Kemudian disterilkan
di dalam autoclave selama kurang lebih 15 menit dengan suhu 121-1240C
pada tekanan 1,25 atm. Setelah itu PDA dikeluarkan dan dibiarkan hingga dingin
(10-20oC), kemudian dituangkan ke dalam cawan petri (Panjaitan,
2011).
2.3 Bakteri/ jamur yang terdapat di
vagina
2.3.1
Pengertian
Setelah
lahir, Lactobacil aerob muncul dalam
vagina dan menetap selama pH tetap asam. Jika pH menjadi netral, terdapat flora
campuran kokus dan basil. Pada waktu pubertas, Lactobacil aerob dan anaerob ditemukan kembali dalam jumlah yang
besar dan mempertahankan keasaman pH melalui pembentukan asam dari karbohidrat
khususnya glikogen. Setelah menopause laktobasil kebali berkurang jumlahnya dan
flora campuran muncul kembali. Dalam flora normal vagina juga ditemukan Streptokokus hemilitikus grup B, Streptokokus anaerob (Peptostreptokokus), spesies Bacteroides, Klostridia, Gardnerella (Haemophilus) vaginalis, Ureaplasma
urealyticum, dan kadang-kadang Listeria
atau spesies Mobiluncus (Jawetz
dkk, 2005).
2.3.2
Pathogenesis
Penghuni utama vagina dewasa adalah Lactobacillus
yang toleran terhadap asam. Bakteri ini mengubah glikogen yang dihasilkan
epitelium vagina, dan di dalam proses tesebut menghasilkan asam. Penumpukan
glikogen pada dinding vagina disebakan oleh kegiatan indung telur. Sebagai
akibat perombakan glikogen, maka pH di dalam vagina terpelihara pada sekitar 4,4
sampai 4,6. Mikrooganisme yang mampu berkembang baik pada pH rendah ini
dijumpai di dalam vagina dan mencakup Enterococus, Candida albicans
(Pelczar, 2008).
Saat lahir, lactobacil aerob muncul dalam vagina
dan menetap selama pH tetap asam. Apabila pH ini menjadi netral akan terdapat
flora campuran yaitu coccus dan bacil. Saat Pubertas, Lactobacil
aerob dan anaerob ditemukan kembali dalam jumlah yang besar dan akan
mempertahankan keasaman pH melalui pembentukan asam dari karbohidrat khususnya
glikogen. Keuntungan pembentukan asam ini yaitu untuk mencegah bakteri yang
bersifat pathogen dalam vagina. Setelah
Monopause, Lactobacil akan
berkurang jumlahnnya dan flora campuran coccus
dan bacil akan muncul kembali
(Pelczar, 2008).
2.3.3
Etiologi
Infeksi yang disebabkan jamur, bakteri atau virus mengakibatkan
kuman baik menurun sehingga terjadinya perkembangan bakteri jahat (patogen)
meningkat, sehingga menyebabkan pH kewanitaan anda meningkat. Kurang menjaga
kebersihan. Tidak dapat menjaga kebersihan pada area kewanitaan anda akan
menimbulkan masalah keputihan sehingga bakteri jahat (patogen) meningkat mengakibatkan
terjadinya infeksi yang mudah menyebar ke area kewanitaan (Hastini, 2008).
2.3.4
Pencegahan
Menurut
Hastini (2008), beberapa pencegahan untuk mengurangi berkembangnya mikroorganisme
pada vagina yaitu :
1.
Tidak disarankan untuk membilas vagina
dengan cairan-cairan yang dapat mengganggu keseimbangan pH vagina.
2.
Menghindari pakaian dalam yang ketat
atau bahan yang tidak menyerap keringat.
3.
Membiasakan membasuh vagina dengan cara
yang baik dan benar yaitu dengan gerakan dari depan ke belakang, bukan
sebaliknya.
2.3.5
Pengobatan
Pengobatan yang dapat dilakukan
untuk keputihan yang masih ringan adalah dengan menggunakan larutan antiseptik
khusus pembilas vagina yang dapat diperoleh di apotek. Namun tidak semua
produk pembersih vagina yang dijual di pasaran baik untuk kesehatan
vagina. Memperhatikan bagaimana cara menggunakan cairan tersebut dengan benar
dan apa efek samping yang harus diwaspadai selama menggunakan cairan antiseptik
pembilas vagina tersebut. (Hastini, 2008).
2.4 Bakteri/ jamur yang terdapat di
kulit kaki
2.4.1
Pengertian
Infeksi
jamur umumnya terjadi di kaki meskipun sebenarnya dapat pula terjadi pada
berbagai bagian tubuh lain seperti tangan, pangkal paha, dan kulit kepala. Dermatofit
dan non-dermatofit termasuk dalam
kategori jamur yang menginfeksi daerah superfisialis kulit (epidermis).
Perbedaan kedua tipe ini dalam menginfeksi adalah posisi (kedalaman).
Dermatofit bisa menginvasi ke dalam lapisan epidermis, gangguan dapat ditemukan
mulai dari stratum basal sampai stratum korneum. Non-dermatofit hanya bisa
menginfeksi sampai lapisan paling luar dari stratum korneum. Perbedaan
ini disebabkan jamur dermatofit ini mengeluarkan zat tertentu (lipofilik dan
proteofilik) untuk membuat epidermis ruptur, sementara non-demartofit tidak
mempunyai zat ini. Untuk kedua jamur ini, pemeriksaan tidak dilakukan pada
histopatologi, tetapi cukup untuk menemukan jamur (terutama hifa) dalam sediaan
kulit yang dicurigai terinfeksi jamur (Mawarni, 2012).
2.4.2
Pathogenesis
Trichophyton rubrum,
jamur ini menyerang daerah tangan dan kaki terutama daerah telapak dan
sela-sela jari. Infeksi ini menular dari adanya kontak dengan debris keratin
yang terinfeksi jamur di tempat yang kelembaban tinggi (lingkungan berair)
ataupun tertutup. Kelompok yang sering terserang adalah petani, tukang cuci,
dan tentara yang sering memakai sepatu tertutup. Penyebaran dari telapak kaki
bisa sampai ke sela-sela jari dan bagian lateral kaki (Mawarni, 2012).
2.4.3
Etiologi
Salah
satu faktor dapat terjadinya infeksi jamur pada kaki adalah lingkungan yang
lembab dan hangat merupakan tempat favorit bagi jamur. Memakai sepatu basah,
sepatu plastik, atau kaus kaki basah dapat menyebabkan infeksi jamur pada kaki.
Kaki yang sering terkena air seperti saat mencuci juga akan memperbesar risiko
tumbuhnya jamur kutu air (Mawarni,
2012).
2.4.4
Pencegahan
Untuk
menghindari berkembangnya mikroorganisme pada daerah liparan kaki, menjaga
kebersihan diri adalah hal penting yang harus dilakukan, kemudian usahakan
untuk tidak memakai sandal atau sepatu yang lembab atau basah, karena biasanya
kutu air sering hinggap di daerah-daerah tempat seperti itu. Tidak
berganti-gantian memakai handuk ketika mandi, karena ini bisa mengakibatkan
timbulnya jamur pada kulit dan badan akan terasa gatal-gatal dan masih banyak
lagi yang bisa membuat kutu air menyerang tubuh (Mawarni, 2012).
2.4.5
Pengobatan
Jika
penyakit pada lipatan kaki sudah
menyerang atau hinggap pada kulit, maka sebaiknya obatilah dengan obat kutu
air. Obat kutu air banyak didapat di apotek baik itu berupa salep maupun berupa
tablet. Cara melakukannya dengan mengoleskan salep pada daerah-daerah yang
terasa gatal atau yang terkena kutu air. Adapun yang berupa tablet cara
melakukannya adalah dengan meminnya sesuai dengan aturan pakai (Mawarni, 2012).
2.5 Bakteri/ jamur yang terdapat di
selangkangan
2.5.1
Pengertian
Selangkangan merupakan salah satu
bagian tubuh yang mudah lembab karena ini merupakan bagian yang sering
terlipat. Bagian yang lembab cukup mudah untuk terinfeksi jamur (Supriono, 2010).
Selangkangan sangat sensitif terhadap bakteri, jamur
dan kelembaban. Gatal di selangkangan merupakan salah satu indikasi bahwa area
di dekat kemaluan tersebut terinfeksi oleh jamur. Hal ini dapat menyebabkan
iritasi kulit dan kulit menjadi merah-merah atau luka (Supriono, 2010).
Mengalami gatal-gatal di bagian selangkangan dapat
menjadi masalah tersendiri bagi siapa saja karena infeksi jamur bisa menyerang
pria dan wanita (Supriono, 2010).
2.5.2
Pathogenesis
Tinea cruris
adalah infeksi jamur yang terjadi di selangkangan. Tinea cruris membentuk ruam yang dimulai pada daerah selangkangan,
terutama di lipatan bagian atas paha dan alat kelamin. Ruam ini gatal, memiliki
perbatasan merah dan bias menyebar. Ruam sering kali menyebar ke bagian dalam
paha infeksi dapat menyebar ke kulit bagian lain dari tubuh (Supriono, 2010).
2.5.3
Etiologi
Menurut
Supriono (2010), salah satu faktor dapat terjadinya
infeksi candida yaitu faktor eksogen, yaitu :
1.
Iklim panas dan kelembaban menyebabkan
perspirasi meningkat
2.
Kebersihan kulit
3.
Kebiasaan berendam kaki dalam air yang
terlalu lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur.
4.
Kontak dengan penderita, misalnya pada
trush, balanopostitis.
2.5.4
Pencegahan
Menurut
Supriono (2010), pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari berkembangnya
mikroorganisme pada daerah selangkangan yaitu :
1.
Memilih celana dalam yang agak longgar
Menggunakan celana dalam yang tidak
terlalu ketat dapat mengurangi kelembaban di selangkangan
sehingga jamur tidak menyebar lagi karena daerah yang lembab sangat sensitif
terhadap jamur dan bakteri.
2.
Mandi menggunakan sabun antiseptik
Untuk mengatasi gatal mandi
menggunakan sabun antiseptik merupakan salah satu solusinya. Saat ini banyak
produk sabun mandi yang dilengkapi dengan antiseptik sehingga membuat jamur di
selangkangan tidak tumbuh lagi dan mati.
2.5.5
Pengobatan
Menurut
Supriono (2010), pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengobati
perkembangan mikroorganisme pada daerah selangkangan yaitu :
1.
Menggunakan salep yang mengandung
ketonazole, mizonazole dan fungasol.
2.
Meminum obat untuk anti gatal
3.
Menggunakan obat tradisional yaitu
gelugur dan asam kendis
2.6 Bakteri/ jamur yang terdapat di lipatan
tangan (ketiak)
2.6.1
Pengertian
Penyakit
jamur yang disebabkan oleh spesies Candida
disebut Candidiasis. Candidiasis kulit yang terdapat pada
lapisan terluar kulit merupakan bentuk yang paling sering dari infeksi Candida. Pada kebanyakan kasus tidak
bersifat invasive atau mengancam nyawa. Infeksi kulit terutama terjadi pada
bagian-bagian tubuh yang basah, hangat seperti ketiak, lipatan paha, skrotum,
atau lipatan-lipatan di bawah payudara. Infeksi paling sering terdapat pada
orang gemuk dan diabetes. Daerah-daerah itu menjadi merah dan mengeluarkan cairan
dan dapat membentuk vesikel (Simatupang, 2009).
2.6.2
Pathogenesis
Kelenjar sekretori
manusia terdiri dari apokrin dan ekrin. Kelenjar ekrin tersebar hampir di seluruh
permukaan tubuh dan berhubungan dengan proses termoregulasi dengan menghasilkan
keringat sedangkan kelenjar apokrin menyebabkan bau khas feromon. Kelenjar ini
menghasilkan sejumlah kecil cairan berminyak yang tidak berbau saat mencapai
permukaan kulit. Bau khas dihasilkan akibat penguraian oleh bakteri terhadap
cairan berminyak (Wibosono, 2009).
Aroma tubuh manusia dihasilkan
dari kelenjar apokrin walaupun dapat berasal dari sumber lain. Sekresi kelenjar
sebasea dan penguraian produk dari keratinisasi, terutama pada hiperhidrosis,
dapat menghasilkan bau tidak sedap. Sekresi kelenjar ekrin biasanya tidak
berbau tetapi berbagai subtansi dapat diekskresikan, seperti bawang putih dan
arsen. Karakteristik bau bisa berhubungan dengan berbagai amino
– aciduria. Keringat dapat memiliki bau khas seperti pada penyakit gout,
diabetes, scurvy, dan penyakit lain. Beberapa pasien yang mengeluh bau
badan dapat mengalami fobia atau paronia (Wibosono, 2009).
Kelenjar apokrin banyak
ditemukan di daerah aksila dan genital tetapi juga dapat ditemukan di dada,
telinga (kelenjar seruminous), dan area periorbital (kelenjar Moll). Sekresi
apokrin berpengaruh terhadap produksi bau melalui aktivitas bakteri terhadap
komponen yang dihasilkan. Host di daerah aksila terdiri dari berbagai bakteri,
kebanyakan berupa bakteri Gram positif. Leyden menyatakan walaupun
ada beberapa mikroorganisme yang merupakan flora normal aksila, seperti Micrococcaceae, Aerobic diphtheroids, dan Propionibacteria, namun hanya Diphtheroids yang
menghasilkan bau badan khas (Wibosono, 2009).
Pengaruh hiperhidrosis
pada bromhidrosis belum jelas. Beberapa pendapat mengatakan bahwa keringat yang
dihasilkan kelenjar ekrin memperberat bromhidrosis apokrin dengan mendorong
penyebaran lokal dari komponen keringat yang dihasilkan kelenjar apokrin dan
meningkatkan kelembaban lingkungan untuk bakteri berkembang biak (Wibosono,
2009).
Pada situasi tertentu,
sekresi dari kelenjar ekrin yang tidak berbau dapat menghasilkan bau tidak
sedap dan menyebabkan bromhidrosis ekrin. Ketika keringat yang dihasilkan
kelenjar ekrin melembutkan keratin, degradasi bakteri terhadap keratin dapat
menghasilkan bau tidak sedap. Mengkonsumsi beberapa makanan, seperti bawang
putih, kari, alkohol, dan beberapa obat (penisilin dan bromida) dapat
menyebabkan bromhidrosis ekrin. Selain itu, bromhidrosis ekrin dapat disebabkan
oleh gangguan metabolik (Wibosono, 2009).
2.6.3
Etiologi
Menurut
Simatupang (2009), salah satu faktor dapat terjadinya infeksi candida yaitu
faktor eksogen, yaitu :
1.
Iklim panas dan kelembaban menyebabkan
perspirasi meningkat
2.
Kebersihan kulit
3.
Perubahan hormon, seperti pada saat
beranjak dewasa
4.
Saat stress atau gugup sehingga tubuh
mengeluarkan banyak keringat.
2.6.4
Pencegahan
Tidak memakai pakai linen dan sutera
karena bisa menyebabkan endapan keringat yang bisa menciptakan bau badan, untuk
menjauhi bau ketiak dan badan pakailah baju berbahan katun yang bisa menyerap
keringat (Mawarni, 2012).
2.6.5
Pengobatan
Menurut
Mawarni (2012), ada beberapa pengobatan untuk penyakit panu diantaranya :
1.
Mandi
minimal 2 kali sehari, menggunakan sabun deodoran atau menggunakan sabun herbal
agar kulit bebas dari jamur, karena jamur dan bakteri adalah penyebab bau
badan.
2.
Mengoleskan
cuka putih pada ketiak dengan menggunaka kapas, jangan menggunakan deodoran
sama sekali. Maka dalam sesaat kemudian ketiak akan bebas dari bau.
2.7 Bakteri/ jamur yang terdapat di
lipatan leher
2.7.1
Pengertian
Pada kondisi kulit
normal, terdapat flora normal yang berhubungan Pityrosporom sp.
Malassezia furfur merupakan bentuk spora yang merupakan penyakit
baberubah menjadi pathogen (Andriana,
2010).
Penyakit ini
biasanya disebabkan kulit berminyak, keadaan tubuh yang cenderung lebih banyak
berkeringat, faktor genetik juga berperan dan kondisi daya tahan tubuh yang
sedang menurun seperti pada penderita yang mendapat pengobatan steroid dalam
jangka waktu lama. Gejala penyakit panu awalnya berupa bercak-bercak warna
putih hingga kecoklatan, dapat berbentuk teratur atau tidak teratur, serta
kadang disertai sisik halus di atasnya. Bercak itu bakal tampak lebih jelas dan
berpendar warna khusus jika dilihat di bawah lampu wood. Lokasi tubuh yang
paling sering diserang penyakit ini adalah dada punggung, ketiak, lipatan paha,
lengan, tungkai atas, leher bahkan muka dan kulit kepala yang berambut (Andriana, 2010).
2.7.2
Pathogenesis
Jamur Malassezia
furfur tidak datang dari tanah atau binatang, tetapi ditemukan pada kulit
manusia sebagai penghuni tetap pada lapisan atas kulit bersama dengan mikroba
lainnya. Jamur ini tidak akan menjadi penyakit jika tidak ada faktor-faktor
pendukung (pakaian yang lembab, panas dan tidak ada aliran udara). Pada
lingkungan yang berminyak, jamur Malassezia
furfur akan mengalami perkembangan yang optimal, oleh karena itu, bitik
putih seringkali terjadi pada lengan atas bagian belakang, leher, dada dan
wajah. Lalu, Malassezia fufur merupakan
bentuk spora dan merupakan bentuk yang dapat menimbulkan penyakit bagi manusia
(Andriana, 2010).
Akibat dari
pertumbuhan jamur Malassezia furfur
menimbulkan bercak putih, bercak putih tersebut disebabkan oleh asam
dekarboksilase yang dihasilkan oleh jamur yang bersifat kompetitif inhibitor
terhadap enzim tirosinase dan mempunyai efek sitotoksik terhadap melanosit yang
menghasilkan pigmen warna pada kulit (Andriana, 2010).
2.7.3
Etiologi
Menurut Andriana (2010), flora normal pada kulit bisa berubah
menjadi patogen atau menimbulkan penyakit pada manusia, faktor-faktornya adalah
faktor eksogen atau yang berasal dari luar tubuh manusia seperti kelembaban dan
suhu yang tinggi, higiene perorangan kurang baik, dan pakaian yang terlalu
tertutup. Faktor endogen atau yang berasal dari tubuh manusia sendiri seperti
kulit berminyak, keadaan tubuh yang cenderung lebih banyak berkeringat, faktor
genetik juga berperan, dan kondisi daya tahan tubuh yang sedang menurun seperti
pada penderita yang mendapat pengobatan steroid dalam jangka waktu lama.
2.7.4
Pencegahan
Menurut
Andriana (2010), cara
mencegah timbulnya bakteri/ jamur pada bagian tubuh yaitu :
1.
Mandi dengan menggunakan sabun yang berbahan antiseptik
secara rutin, sehari dua kali. Hal tersebut untuk menghilangkan keringat yang
setiap hari keluar dari tubuh. Selain menyebabkan bau asam, keringat juga akan
meningkatkan kelembaban tubuh. Dalam keadaan seperti ini, panu akan mudah
sekali tumbuh.
2.
Tunggu keringat sampai kering. Ketika kondisi
tubuh sedang berkeringat apalagi keringat yang diakibatkan karena kegiatan
fisik dapat membuat tubuh lebih mudah terkena jamur panu akibat dari kelembapan
kulit yang berubah drastis.
2.7.5
Pengobatan
Menurut
Andriana (2010), cara
mengobati timbulnya bakteri/ jamur pada bagian tubuh yaitu :
1.
Cara menghilangkan panu dengan menggunakan bawang putih. Caranya,
mengambil 1 siung bawang putih potong menjadi 2 bagian dan gosok-gosokkan ke
kulit yang terkena panu.
2.
Selain cara alami diatas, juga bisa mengobati panu dengan
obat-obat yang tersedia di apotek seperti mycoral.
2.8 Bakteri/ jamur yang terdapat di
mukosa mulut
2.8.1
Pengertian
Flora utama hidung terdiri dari Korinebakteria, Stafilokokkus (S.
epidermidis, S. aureus) dan Streptokokus
(Jawetz dkk, 2005).
Selaput lendir (mukosa) mulut dan
faring steril saat lahir namun dapat terkontaminasi sewaktu melalui jalan
lahir. Dalam waktu 4-12 jam setelah lahir, streptococcus
viridians menjadi flora tetap yang utama sepanjang hidup. Mereka mungkin
berasal dari saluran nafas ibu dan pengasuhnya. Pada awal hidupnya, bertambah
dengan Stafilokokus aerobic dan
anaerob, diplokkus gram negatif, (Neisseria,
Moraxella catarrbalis), Difteroid dan terkadang Lactobacillus. Ketika gigi mulai tumbuh,
muncul Spirochaeta anaerob, spesies Prevotella, spesies Fusobakterium, Spesiesrothia
dan spesies Capnocytophaga muncul
bersamaan dengan beberapa vibrio anaerob dan laktobacilli. Spesies actinomyces secara normal terdapat pada
jaringan tonsil dan pada gingival dewasa, begitupula dengan berbagai macam
protozoa. Ragi (spesies Candida)
terdapat pada mulut (Jawetz dkk, 2005).
Infeksi pada mulut dan saluran
nafas bagian atas sering meliputi bakteri anaerob. Infeksi periodontal, abses
perioral, sinusitis dan mastoiditis teruatama melibattkan Prevotella melaninogenica, Fusobakterium dan teptostreptokoki.
Aspirasi saliva (mengandung sampai
dari organisme-organisme diatas dan aerob)
dapat menyebabkan pneumonia nekrotik, abses paru dan empiema (Jawetz
dkk, 2005).
2.8.2
Pathogenesis
Pada waktu
lahir, rongga mulut pada hakikatnya merupakan suatu inkubator yang steril,
hangat, dan lembap yang mengandung sebagai substansi nutrisi. Air liur terdiri
dari air, asam amino, protein, lipid, karbohidrat, dan senyawa-senyawa anorganik.
Jadi, air liur merupakan medium yang kaya serta kompleks yang dapat
dipergunakan sebagai sumber nutrien bagi mikrobe pada berbagai situs di dalam
mulut (Pelczar,
2008).
Beberapa
jam sesudah lahir, terdapat peningkatan jumlah mikroorganisme sedemikian
sehingga di dalam waktu beberapa hari spesies bakteri yang khas bagi rongga
mulut menjadi mantap. Jasad-jasad renik ini tergolong ke dalam genus Streptococcus, Neisseria, Veillonella,
Actinomyces dan Lactobacillus (Pelczar,
2008).
Sampai munculnya gigi, kebanyakan
mikroorganisme di dalam mulut adalah aerob atau anaerob fakultatif. Ketika gigi
pertama muncul, anaerob obligat seperti Bacteroides
dan bakteri fusiform (Fusiobacterium sp.),
menjadi lebih jelas karena jaringan di sekitar gigi menyediakan lingkungan anaerobic
(Pelczar,
2008).
2.8.3
Etiologi
Faktor penyebab dari penyakit sariawan
biasanya dikarenakan karena luka tergigit, terluka saat menggosok gigi, stress, alergi makanan, makanan berminyak, mengkonsumsi
makanan dan minuman yang panas, siklus haid, kelainan pencernaan, kebersihan
mulut yang tidak terjaga atau karena kondisi tubuh yang tidak fit serta
kurangnya konsumsi vitamin C (Pebrin, 2011).
2.8.4
Pencegahan
Kebersihan mulut dapat dijaga dengan menyikat gigi
maupun menyikat daerah bukal dan lidah dengan sikat lembut. Pada pasien yang
memakai gigi tiruan, gigi tiruan harus direndam dalam larutan pembersih seperti
Klorheksidin, hal ini lebih efektif dibanding dengan hanya menyikat gigi tiruan,
karena permukaan gigi tiruan yang tidak rata dan porus menyebabkan candida
mudah melekat, dan jika hanya menyikat gigi tiruan tidak dapat menghilangkannya
(Ramansyah, 2011).
2.8.5
Pengobatan
Menurut Ramansyah
(2011), beberapa
golongan anti jamur yang efektif untuk kasus-kasus pada rongga mulut,
sering digunakan antara lain :
1.
Amfotericine
B, dihasilkan oleh Streptomyces nodusum,
mekanisme kerja obat ini yaitu dengan cara merusak membran sel jamur. Efek
samping terhadap ginjal seringkali menimbulkan nefrositik.
2.
Miconazole,
Clotrimazole, mekanisme kerjanya dengan cara menghambat enzim cytochrome P 450
sel jamur, lanosterol 14 demethylase sehingga terjadi kerusakan sintesa
ergosterol dan selanjutnya terjadi ketidaknormalan membrane sel. Digunakan
4x/hari setengah sendok makan, ditaruh diatas lidah kemudian dikumurkan dahulu
sebelum ditelan.
BAB
III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum ini
yaitu :
Hari/tanggal : Jumat/04 April 2014
Waktu : 13.00 s/d selesai
Tempat : Laboraturium
Terpadu FKIK UNTAD
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum
ini yaitu :
3.2.1
Alat
1.
Bunsen
2.
Spray
3.
Kertas
A4
4.
Masker
5.
Handskun
6.
Cawan Petri
7.
Lap Halus
8.
Incubator
9.
Korek api
3.2.2
Bahan
1.
Cotton
Bud
2.
Alkohol 70%
3.
Medium NA (Natrium Agar)
4.
Medium PDA (Potato Dextrose Agar)
5.
Spritus
6.
Sampel mikroba vagina, lipatan kaki ,selangkangan, lipatan tangan (ketiak),
lipatan leher dan mukosa mulut.
3.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja pada praktikum ini yaitu :
3.3.1
Medium
NA :
1)
Menyiapkan medium NA (Nutrien
Agar).
2)
Mensterilkan meja dengan menggunakan alkohol.
3)
Mensterilkan
tangan dengan menggunakan alkohol.
4)
Menyalakan bunsen.
5)
Mengambil sampel yang akan digunakan
menggunakan cotton bud, dengan cara
mengoleskan pada sampel.
6)
Mensterilkan medium NA (Nutrien
Agar) dengan melidahapikan
setiap sisi medium NA
dengan cara diputar-putar.
7)
Membuka tutup medium NA (Nutrien
Agar) yang telah disterilkan, dengan cara
membuka sedikit bagian medium NA (Nutrien
Agar) agar medium NA (Nutrien
Agar) yang sudah steril tidak
terkontaminasi mikroorganisme diluar .
8)
Mengoles sampel secara zig-zag pada medium NA (Nutrien
Agar).
9)
Mensterilkan kembali medium NA (Nutrien
Agar) dengan cara melidahapikan kembali sisi-sisi cawan petri.
10) Membungkus medium NA (Nutrien
Agar) menggunakan kertas dengan cara terbalik, dan kemudian memasukan sampel ke dalam inkubator selama
24 jam dengan suhu 300C.
11) Setelah 24 jam sampel dapat diamati.
3.3.2
Medium
PDA :
1)
Menyiapkan medium PDA (Potato Dextrose Agar).
2)
Mensterilkan meja dengan menggunakan alkohol.
3)
Mensterilkan
tangan dengan menggunakan alkohol.
4)
Menyalakan bunsen.
5)
Mengambil sampel yang akan digunakan
menggunakan cotton bud, dengan cara
mengoleskan pada sampel.
6)
Mensterilkan medium PDA (Potato Dextrose Agar) dengan melidahapikan setiap sisi medium PDA
dengan cara diputar-putar.
7)
Membuka tutup medium PDA (Potato Dextrose Agar) yang telah disterilkan, dengan cara
membuka sedikit bagian medium PDA
(Potato Dextrose Agar) agar medium PDA (Potato Dextrose Agar) yang sudah steril tidak
terkontaminasi mikroorganisme diluar .
8)
Mengoles sampel secara zig-zag pada medium PDA (Potato Dextrose Agar).
9)
Mensterilkan kembali medium PDA (Potato Dextrose Agar) dengan cara melidahapikan kembali sisi-sisi cawan petri.
10) Membungkus medium PDA (Potato Dextrose Agar) menggunakan
kertas dengan cara terbalik, dan kemudian memasukan sampel kedam inkubator selama
24 jam dengan suhu 300C.
11) Setelah 24 jam sampel dapat diamati.
BAB
III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum ini
yaitu :
Hari/tanggal : Jumat/04 April 2014
Waktu : 13.00 s/d selesai
Tempat : Laboraturium
Terpadu FKIK UNTAD
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum
ini yaitu :
3.2.1
Alat
1.
Bunsen
2.
Spray
3.
Kertas
A4
4.
Masker
5.
Handskun
6.
Cawan Petri
7.
Lap Halus
8.
Incubator
9.
Korek api
3.2.2
Bahan
1.
Cotton
Bud
2.
Alkohol 70%
3.
Medium NA (Natrium Agar)
4.
Medium PDA (Potato Dextrose Agar)
5.
Spritus
6.
Sampel mikroba vagina, lipatan kaki ,selangkangan, lipatan tangan (ketiak),
lipatan leher dan mukosa mulut.
3.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja pada praktikum ini yaitu :
3.3.1
Medium
NA :
1)
Menyiapkan medium NA (Nutrien
Agar).
2)
Mensterilkan meja dengan menggunakan alkohol.
3)
Mensterilkan
tangan dengan menggunakan alkohol.
4)
Menyalakan bunsen.
5)
Mengambil sampel yang akan digunakan
menggunakan cotton bud, dengan cara
mengoleskan pada sampel.
6)
Mensterilkan medium NA (Nutrien
Agar) dengan melidahapikan
setiap sisi medium NA
dengan cara diputar-putar.
7)
Membuka tutup medium NA (Nutrien
Agar) yang telah disterilkan, dengan cara
membuka sedikit bagian medium NA (Nutrien
Agar) agar medium NA (Nutrien
Agar) yang sudah steril tidak
terkontaminasi mikroorganisme diluar .
8)
Mengoles sampel secara zig-zag pada medium NA (Nutrien
Agar).
9)
Mensterilkan kembali medium NA (Nutrien
Agar) dengan cara melidahapikan kembali sisi-sisi cawan petri.
10) Membungkus medium NA (Nutrien
Agar) menggunakan kertas dengan cara terbalik, dan kemudian memasukan sampel ke dalam inkubator selama
24 jam dengan suhu 300C.
11) Setelah 24 jam sampel dapat diamati.
3.3.2
Medium
PDA :
1)
Menyiapkan medium PDA (Potato Dextrose Agar).
2)
Mensterilkan meja dengan menggunakan alkohol.
3)
Mensterilkan
tangan dengan menggunakan alkohol.
4)
Menyalakan bunsen.
5)
Mengambil sampel yang akan digunakan
menggunakan cotton bud, dengan cara
mengoleskan pada sampel.
6)
Mensterilkan medium PDA (Potato Dextrose Agar) dengan melidahapikan setiap sisi medium PDA
dengan cara diputar-putar.
7)
Membuka tutup medium PDA (Potato Dextrose Agar) yang telah disterilkan, dengan cara
membuka sedikit bagian medium PDA
(Potato Dextrose Agar) agar medium PDA (Potato Dextrose Agar) yang sudah steril tidak
terkontaminasi mikroorganisme diluar .
8)
Mengoles sampel secara zig-zag pada medium PDA (Potato Dextrose Agar).
9)
Mensterilkan kembali medium PDA (Potato Dextrose Agar) dengan cara melidahapikan kembali sisi-sisi cawan petri.
10) Membungkus medium PDA (Potato Dextrose Agar) menggunakan
kertas dengan cara terbalik, dan kemudian memasukan sampel kedam inkubator selama
24 jam dengan suhu 300C.
11) Setelah 24 jam sampel dapat diamati.
BAB
IV
HASIL
PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Pengamatan
4.1.1
Tabel Medium NA
No.
|
Sampel
|
Ket. Morfologi
|
Gambar
|
Ket.
|
||||||||||
1.
|
vagina
|
Ø Bentuk
: ireguler (tidak beraturan, bertepi)
Ø Ukuran
: sedang
Ø Elevasi
: flat (ketinggian tidak terukur, nyaris rata dengan medium)
Ø Permukaan
: berkerut
Ø Margin
: entire (tepian rata)
Ø Warna
: putih
|
![]() ![]()
bakteri
|
Terdapat bakteri
|
||||||||||
2.
|
Lipatan
kaki
|
Ø Bentuk
: ireguler
Ø Ukuran
: pinpoint
Ø Elevasi
: flat
Ø Permukaan
: halus mengkilap
Ø Margin
: lobate
Ø Warna
: putih
|
![]()
bakteri
|
Terdapat bakteri
|
||||||||||
3.
|
Selangka-ngan
|
Ø Bentuk
: ireguler
Ø Ukuran
: besar
Ø Elevasi
: raiset
Ø Permukaan
: halus mengkilap
Ø Margin
: labate
Ø Warna
: putih
|
![]() ![]()
bakteri
|
Terdapat bakteri
|
||||||||||
4.
|
Lipatan
tangan (ketiak)
|
Ø Bentuk
: sirkuler
Ø Ukuran
: kecil
Ø Elevasi
: raiset (ketinggian terlihat nyata)
Ø Permukaan
: halus mengkilap
Ø Margin
: entire
Ø Warna
: putih
|
![]()
![]()
bakteri
jamur
|
Terdapat bakteri
dan
jamur
|
||||||||||
5.
|
Lipatan
leher
|
Ø Bentuk
: sirkuler
Ø Ukuran
: pinpoint
Ø Elevasi
: flat
Ø Permukaan
: halus mengkilap
Ø Margin
: entire
Ø Warna
: putih
|
![]()
bakteri
jamur
|
Terdapat bakteri
dan
jamur
|
||||||||||
6.
|
Mukosa
mulut
|
Ø Bentuk
: sirkuler
Ø Ukuran
: pinpoint
Ø Elevasi
: flat
Ø Permukaan
: halus mengkilap
Ø Margin
: entire
Ø Warna
: putih
|
![]() ![]()
jamur
|
Terdapat jamur
|
4.1.2
Tabel Medium PDA
No.
|
Sampel
|
Ket. morfologi
|
Gambar
|
Ket.
|
|||||||||||
1.
|
Vagina
|
Ø Bentuk
: sirkuler (bulat, bertepi)
Ø Ukuran
: sedang
Ø Elevasi
: konveks (bentuk cembung seperti tetesan air)
Ø Permukaan
: halus mengkilap
Ø Margin
: entire (tepian rata)
Ø Warna
: putih
|
![]()
![]()
jamur
bakteri
|
Terdapat
bakteri
dan
jamur
|
|||||||||||
2.
|
Lipatan
kaki
|
Ø Bentuk
: pinpoint
Ø Ukuran
: kecil
Ø Elevasi
: flat
Ø Permukaan
: halus mengkilap
Ø Margin
: lobate
Ø Warna
: putih
|
![]()
jamur
bakteri
|
Terdapat
bakteri
dan
jamur
|
|||||||||||
3.
|
Selangka-ngan
|
Ø Bentuk
: ireguler
Ø Ukuran
: moderat
Ø Elevasi
: flat
Ø Permukaan
: berkerut
Ø Margin
: entire
Ø Warna
: putih
|
![]()
![]()
jamur
bakteri
|
Terdapat
bakteri
dan
jamur
|
|||||||||||
4.
|
Lipatan
tangan (ketiak)
|
Ø Bentuk
: sirkuler
Ø Ukuran
: kecil
Ø Elevasi
: flat
Ø Permukaan
: halus
Ø Margin
: entire
Ø Warna
: putih
|
![]() ![]()
bakteri
|
Terdapat
bakteri
|
|||||||||||
5.
|
Lipatan
leher
|
Ø Bentuk
: sirkuler
Ø Ukuran
: pinpoint
Ø Elevasi
: flat
Ø Permukaan
: halus
Ø Margin
: entire
Ø Warna
: putih
|
![]() ![]()
bakteri
|
Terdapat
bakteri
|
|||||||||||
6.
|
Mukosa
mulut
|
Ø Bentuk
: rezoid
Ø Ukuran
: besar
Ø Elevasi
: flat
Ø Permukaan
: halus
Ø Margin
: filamentous
Ø Warna
: putih
|
![]()
jamur
|
Terdapat
jamur
|
4.2
Pembahasan
Mikroorganisme tetap/normal (resident flora/indigenous) yaitu mikroorganisme jenis tertentu yang
biasanya ditemukan pada bagian tubuh tertentu dan pada usia tertentu.
Keberadaan mikroorganismenya akan selalu tetap, baik jenis ataupun jumlahnya.
Adapun
alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu bunsen, spray
yang digunakan untuk menyemprotkan alkohol, kertas A4 digunakan untuk mempertahankan suhu pada saat berada dalam inkubator,
masker digunakan untuk menutup mulut dan hidung, handskun untuk membungkus
tangan agar tetap steril, cawan petri sebagai wadah medium NA dan PDA, lap
halus untuk membersihkan meja, inkubator yang berfungsi sebagai tempat untuk
pertumbuhan bakteri dengan suhu tertentu dan inkubator yang
digunakan pada percobaan ini bersuhu 300C, korek api digunakan untuk
menyalakan bunsen. Bahan yang digunakan yaitu cotton bud yang berfungsi untuk
mengambil sampel, alkohol sebagai aseptis yang berfungsi
sebagai tindakan yang diperlukan untuk mencapai keadaan bebas kuman dan bakteri
patogen,
medium NA (Natrium Agar) sebagai tempat berkembangnya bakteri, medium PDA
(Potato Dextrose Agar) sebagai tempat berkembangnya jamur, spritus sebagai
bahan bakar buret dan sampel mikroba vagina, lipatan kaki, selangkangan,
lipatan tangan (ketiak), lipatan leher dan mukosa mulut.
Nutrient Agar (NA) merupakan suatu medium yang
berbentuk padat, yang merupakan perpaduan antara bahan alamiah dan
senyawa-senyawa kimia. NA dibuat dari campuran ekstrak daging dan peptone
dengan menggunakan agar sebagai pemadat. Dalam hal ini agar digunakan sebagai
pemadat, karena sifatnya yang mudah membeku dan mengandung karbohidrat yang
berupa galaktam sehingga tidak mudah diuraikan oleh mikroorganisme. Dalam hal ini
ekstrak beef dan pepton digunakan sebagai bahan dasar karena merupakan sumber
protein, nitrogen, vitamin serta karbohidrat yang sangat dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang. Medium Nutrient Agar (NA) merupakan
medium yang berwarna coklat muda yang memiliki konsistensi yang padat dimana
medium ini berasal dari sintetik dan memiliki kegunaan sebagai medium untuk
menumbuhkan bakteri.
Potato Dextrose Agar (PDA) termasuk medium semi
alamiah karena tersusun atas bahan alami (kentang) dan bahan sintesis (dextrose
dan agar). Potato Dextrose Agar (PDA) merupakan media yang sangat umum yang
digunakan untuk mengembangbiakkan dan menumbuhkan jamur dan khamir. Komposisi
Potato Dextrose Agar ini terdiri dari Potato infusion 200 gram, dextrose 20
gram, agar 15 gram dan akuades. Dalam hal ini kentang digunakan sebagai bahan dasar karena
merupakan sumber karbon (karbohidrat), vitamin dan energi. Agar digunakan untuk
memadatkan medium PDA, akuades untuk melarutkan agar, dextrose dan kentang.
Bubuk kentang dan juga dextrose merupakan sumber makanan untuk jamur dan
khamir.
Pada percobaan kali ini langkah awal yang dilakukan yaitu tindakan
aseptis untuk mensterilkan meja
dan kedua tangan dengan antiseptik, yang bertujuan agar tidak terkontaminasi
oleh mikroorganisme yang berada di lingkungan luar, tidak lupa pula menggunakan masker. Menyalakan bunsen untuk
mensterilkan cawan sebelum dimasukan sampel. Cawan petri harus disterilkan untuk meminimalisir
mikroorganisme lain yang berada di lingkungan luar agar tidak terkontaminasi
dengan media yang akan dipakai untuk menumbuhkan bakteri. Setelah selesai mengoleskan sampel
pada medium NA dan PDA sampel kemudian dibungkus menggunakan kertas A4 secara
terbalik. Terakhir, medium yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam inkubator
selama 24 jam dengan suhu 300C. Inkubator yang digunakan bersuhu 300C
karena bakteri dan jamur mudah berkembang pada suhu tersebut.
Sampel pertama yang
diamati yaitu vagina,
berdasarkan hasil pengamatan bakteri pada medium NA (Nutrient Agar) terlihat sangat banyak bakteri. Bakteri tersebut
berukuran sedang, berbentuk ireguler, elevasi flat, permukaan berkerut,
margin entire dan berwarna
putih. Sedangkan pada medium PDA (Potato
Dextrose Agar ) terlihat adanya
bakteri dan jamur yang berukuran sedang, berbentuk sirkuler, elevasi sedang, permukaan mengkilap dan halus, margin entire dan berwarna putih. Pada sampel yang dibiakkan di NA terdapat bakteri karena medium NA merupakan medium untuk
menumbuhkan bakteri. Pada sampel yang dibiakkan di PDA
juga diperoleh bakteri, hal ini menandakan bahwa pada saat melakukan percobaan ini
kemungkinan media PDA telah
terkontaminasi dengan mikroorganisme yang berada di lingkungan luar. Penghuni utama vagina dewasa adalah Lactobacillus yang toleran
terhadap asam. Bakteri ini mengubah glikogen yang dihasilkan epitelium vagina
dan di dalam proses tesebut menghasilkan asam. Penumpukan glikogen pada dinding
vagina disebakan oleh kegiatan indung telur, hal ini tidak dijumpai sebelum masa akil balig
ataupun setelah menopause (mati haid). Sebagai akibat perombakan
glikogen, maka pH di dalam vagina terpelihara pada sekitar 4,4 sampai 4,6. Mikrooganisme yang mampu berkembang baik pada
pH rendah ini dijumpai di dalam vagina dan mencakup Enterococcus, Candida albicans dan sejumlah besar
bakteri anaerobik.
Masalah yang biasanya ditimbulkan oleh mikroorganisme pada vagina yaitu
keputihan.
Sampel kedua yang diamati yaitu lipatan kaki, berdasarkan hasil pengamatan bakteri pada medium NA
(Nutrient Agar) terlihat sangat banyak bakteri. Bakteri
tersebut berukuran pinpoint, berbentuk ireguler, elevasi flat, permukaan halus
mengkilap, margin lobate dan berwarna putih. Sedangkan
pada medium PDA (Potato Dextrose Agar) terlihat adanya bakteri dan jamur yang berukuran kecil, berbentuk pinpoint, elevasi flat, permukaan mengkilap
dan halus, margin lobate dan berwarna putih. Pada sampel yang dibiakkan di NA terdapat bakteri karena medium NA merupakan medium untuk
menumbuhkan bakteri. Pada sampel yang dibiakkan di PDA
juga diperoleh bakteri, hal ini menandakan bahwa pada saat melakukan percobaan ini
kemungkinan media PDA telah
terkontaminasi dengan mikroorganisme yang berada di lingkungan luar. Mikroorganisme yang terdapat pada lipatan kaki
yaitu Trichophyton
rubrum. Mikroorganisme Trichophyton rubrum yang
berlebih akan mengakibatkan kutu air. Hal ini biasanya terjadi pada orang yang
menggunakan sepatu dalam waktu yang lama karena mikroorganisme berkembang pada
tempat yang lembab.
Sampel ketiga yang diamati yaitu selangkangan.
Berdasarkan hasil pengamatan bakteri pada medium NA
(Nutrient Agar) terlihat adanya bakteri, bakteri tersebut berukuran besar, berbentuk ireguler, elevasi raiset, permukaan halus mengkilap, margin lobate dan
berwarna putih. Sedangkan
pada medium PDA (Potato Dextrose Agar) terlihat adanya bakteri dan jamur yang berukuran moderat, berbentuk ireguler, elevasi flat, permukaan berkerut,
margin entire dan berwarna putih. Pada sampel yang dibiakkan di NA terdapat bakteri karena medium NA merupakan medium untuk
menumbuhkan bakteri. Pada sampel yang dibiakkan di PDA
diperoleh bakteri, hal ini menandakan bahwa pada saat melakukan percobaan ini
kemungkinan media PDA telah
terkontaminasi dengan mikroorganisme yang berada di lingkungan luar. Mikroorganisme yang tumbuh di daerah
selangkangan menyebabkan bau yang tidak sedap, hal ini dapat terjadi karena
beberapa faktor seperti aktifitas yang berlebih atau terlalu banyak
bergerak. Tinea cruris merupakan mikroorganisme yang terdapat di
selangkangan, mikroorganisme yang berlebih dapat berdampak buruk bagi tubuh,
yaitu terasa gatal pada daerah selangkangan bahkan sampai memerah.
Sampel keempat yang diamati yaitu lipatan
tangan (ketiak), berdasarkan hasil pengamatan
bakteri pada medium NA (Nutrient Agar) terlihat adanya
bakteri dan jamur yang berukuran kecil, berbentuk sirkuler, elevasi raiset, permukaan halus dan mengkilap, margin entire dan
berwarna putih. Sedangkan
pada medium PDA (Potato Dextrose Agar) terlihat adanya bakteri yang berukuran kecil, berbentuk sirkuler, elevasi flat, permukaan halus, margin entire dan berwarna
putih. Pada sampel yang dibiakkan di NA terdapat bakteri karena medium NA merupakan medium untuk
menumbuhkan bakteri. Namun juga diperoleh jamur, hal ini
menandakan bahwa pada saat melakukan percobaan ini kemungkinan media NA telah terkontaminasi dengan mikroorganisme yang berada di lingkungan luar.
Sedangkan pada media PDA yang seharusnya ditumbuhi jamur malah tumbuh bakteri,
hal ini juga dikarenakan media PDA telah terkontaminasi dengan mikroorganisme yang berada di lingkungan luar.
Sampel kelima yang diamati yaitu lipatan
leher, berdasarkan hasil pengamatan bakteri pada medium NA
(Nutrient Agar) terlihat adanya bakteri dan jamur, yang berukuran pinpoint, berbentuk sirkuler, elevasi flat, permukaan halus dan mengkilap, margin entire dan
berwarna putih. Sedangkan
pada medium PDA (Potato Dextrose Agar) terlihat adanya bakteri yang berukuran pinpoint, berbentuk sirkuler, elevasi flat, permukaan halus, margin entire dan berwarna
putih. Pada sampel yang dibiakkan di NA terdapat bakteri karena medium NA merupakan medium untuk
menumbuhkan bakteri. Namun juga diperoleh jamur, hal ini
menandakan bahwa pada saat melakukan percobaan ini kemungkinan media NA telah terkontaminasi dengan mikroorganisme yang berada di lingkungan luar.
Sedangkan pada media PDA yang seharusnya ditumbuhi jamur malah tumbuh bakteri,
hal ini juga dikarenakan media PDA telah terkontaminasi dengan mikroorganisme yang berada di lingkungan luar. Kemungkinan
bakteri yang terdapat pada lipatan kulit ini biasanya bakteri Malassezia
furfur. Bakteri ini jika melebihi
batas maka akan menyebabkan penyakit panu.
Pada sampel terakhir yaitu mukosa
mulut, berdasarkan hasil pengamatan bakteri pada medium NA
(Nutrient Agar) diperoleh hasil yang menunjukan bulatan yang kecil
berwarna putih, berukuran pinpoint, berbentuk sirkuler, memiliki
elevasi flat, permukaannya halus mengkilap dan margin entire. Pada sampel yang dibiakkan di NA terdapat bakteri karena medium NA merupakan medium untuk
menumbuhkan bakteri. Sedangkan pada pengamatan bakteri pada medium PDA (Potato
Dextrose Agar) diperoleh hasil yang menunjukan bulatan
yang kecil berwarna putih, berukuran besar, berbentuk rizoid, memiliki
elevasi flat, permukaannya halus dan margin filamentous. Dari hasil itu juga diperoleh bakteri dan tidak tumbuh
jamur, hal itu dikarenakan pada saat penempelan bakteri pada media, kurang
menempel. Oleh karenanya bakteri
yang dihasilkan tidak
terlihat jelas, hanya satu bulatan putih tersebut.
Dari satu bulatan yang berwarna putih yaitu koloni
bakteri, yang jumlahnya kemungkinan satu koloni lebih dari lima ratus sampai
beribu-ribu juta sel bakteri. Pada sampel
mukosa mulut ini
terdapat jamur pada medium NA, hal ini menandakan bahwa media NA
tersebut telah terkontaminasi
dengan organisme di
luar
lingkungan. Hal ini terjadi
kemungkinan pada saat memasukan sampel pada media ini telah masuk organisme di luar lingkungan
entah terkontaminasi dari tangan ataupun dari nafas, sehingga menyebabkan
tumbuhnya jamur. Flora normal yang menetap di mulut yaitu Streptococcus, Neisseria, Actynomyces,
Lactobacillus. Streptococcus salivarius adalah spesies bakteri
dominan flora mulut manusia dan merupakan
spesies yang
paling sering diidentifikasi menyebabkan kasus meningitis bakteri yang terjadi
setelah prosedur injeksi tulang belakang karena kontaminasi dari situs prosedur
dengan air liur.
Pada tubuh kita bukan hanya terdapat bakteri atau jamur
yang merugikan namun ada juga beberapa jenis bakteri yang membantu proses
metabolisme, untuk mencegah dampak negatif dari jamur dan bakteri ada beberapa
hal yang harus kita perhatikan diantaranya menjaga kebersihan diri dengan sering mandi minimal 2
kali sehari, menjaga kebersihan makanan ataupun minuman yang akan dikonsumsi,
memperhatikan kebersihan lingkungan dan membuang sampah pada tempatnya dan
masih banyak lagi hal-hal yang bisa kita lakukan untuk mencegah dampak negatif
dari bakteri atau jamur.
Sebagai
mahasiswa kesehatan masyarakat wajib untuk mengetahui flora normal pada tubuh
manusia karena flora normal yang berlebih pada tubuh dapat menggagu kehidupan
sehari-hari. Sebagai mahasiswa kesehatan masyarakat yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya infeksi flora normal yang berlebih yaitu menjaga kebersihan
tubuh dan lingkungan.
BAB
V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum ini yaitu :
1.
Mikroba yang tumbuh pada medium NA adalah hanya
bakteri, sedangkan mikroba yang tumbuh pada medium PDA adalah kapang dan
khamir.
2.
Biakan murni adalah biakan yang terdiri atas satu spesies
yang ditumbuhkan dalam medium buatan.
3.
Pada vagina terdapat mikroorganisme Laktobacillus,
pada lipatan kaki terdapat
mikroorganisme Trichophyton
rubrum, mikroorganisme yang terdapat pada selangkangan
adalah Tinea cruris, pada lipatan
tangan (ketiak) terdapat mikroorganisme
spesies Candida, pada lipatan kulit
leher terdapat mikroorganisme Malassezia furfur dan
mikroorganisme yang menetap di mulut yaitu Streptococcus.
5.2 Saran
5.2.1 Instansi Kesehatan
Diharapkan
kepada para instansi kesehatan agar dapat mensosialisasikan bahwa pentingnya
selalu membersihkan tubuh menggunakan sabun anti septik. Karena flora normal
selalu ada pada tubuh kita walaupun kita sudah membersihkannya.
5.2.2 Asisten Dosen
Diharapkan saat
melakukan praktikum ini asisten dosen dapat memastikan alat dan bahan steril
agar hasil pengamatan lebih baik dan diharapkan asisten dosen dapat menjelaskan
flora normal pada sampel lebih detail lagi.
5.2.3 Mahasiswa
Kesehatan Masyarakat
Diharapkan kepada
mahasiswa kesehatan masyarakat yang telah belajar tentang flora normal agar
dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dan dapat memberikan
contoh kepada masyarakat untuk hidup bersih dan sehat.
DAFTAR
PUSTAKA
Andriana. 2010. Panu, penyebab, gejala dan cara mengobati. http:// panu-penyebab-gejala-dan-cara-mengobati.html. diakses pada rabu, 8 April 2014. 13:20.
Hastini Dinah. 2009. Pencegahan dan Pengobatan Keputihan. http:// bebaskeputihan.blogspot.com/2009/12/pencegahan-keputihan.html. diakses pada rabu, 8 April 2014. 11:20.
Jawetz, dkk. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Buku 1. Salemba medika. Jakarta.
Mawarni Iga. 2012. Penyakit yang disebabkan oleh jamur. http:// igamondo. blogspot.com/2012/12/penyakit-yang-disebabkan-oleh-jamur.html. diakses pada rabu, 8 April 2014. 12:00.
Michael J. Pelczar dan E.C.S Chan. 2012. Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid 2.
UI-Press. Jakarta.
Nurirjawati. 2012. Laporan Lengkap Alat dan Medium. http://nurirjawati. wordpress.com/2012/01/21/laporan-lengkap-alat-dan-medium/.Diakses pada rabu, 8 April 2014. 10:50.
Panjaitan
H., dkk. 2011. Identifikasi Fungi yang
Berkembang pada Batang Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Pasca Penebangan. Universitas
Sumatera Utara. Medan. (http://jurnal.usu.ac.id/index.php/PFSJ/article/view/2823). Diakses pada
selasa, 8 April 2014. 21:36.
Pebrin. 2011. Mikroorganisme. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Pelczar. Michael. J. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi.
Universitas Indonesia. Jakarta.
Ramansyah, B. 2011. Kandidiasis Oral. http: // /Kandidiasis Oral _ CaRameLite. htm. Diakses pada hari rabu, 9 April 2014 pukul 07:21 WITA.
Simatupang, M,. 2009. Candida Albicans. Universitas Sumatera Utara. Medan. (http://jurnal.usu.ac.id/index.php/PFSJ/article/view/2823). Diakses pada pada selasa, 8 April 2014. 21:36.
Supriono. 2010. Epidemologi Kesehatan. Penerbit Erlangga. Jakarta.
VINTAGE RAZOR CHINESE - TITIAN Cross Necklace
BalasHapus› tas-cross-neck › tas-cross-neck A very unique Italian inspired cross titanium men\'s wedding band necklace - the VINTAGE RAZOR CHINESE, titanium hip crafted from genuine Italian ford ecosport titanium cross thread thread thread. Avery titanium white octane blueprint unique Italian inspired cross necklace. Rating: 4.5 2021 ford escape titanium hybrid 2,819 reviews $18.99 In stock